Selasa, 10 Juli 2012

Asuhan Keperawatan Efusi Pleura


1.      Pengertian.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam rongga pleura, selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus / darah.

Efusi pleura / area pleura adalah area potensial antara pleura viseralis dan parenteral yang membatasi paru dan dinding dada anterior arteri ini, secara normal sedikit cairan, kelebihan cairan dapat terkumpul
pada proses penyakit neoplastik, tromboe imbolik, kardiovaskuler dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya 1 dari 4 mekanisme dasar yaitu:
a)      Peningkatan tekanan kepiler pleura atau limfatik.
b)      Peningkatan tekanan osmotik koloid darah.
c)      Peningkatan tekanan negatif intrapleural.
d)     Adanya inflamasi atau neoplastik pleura.

2.      Etiologi.
Efusi pleura berdasarkan cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :
a)      Transudat, dapat disebabkan oleh :
        Kegagalan jantung kongestif.
        Sndroma nefrotik.
        Asites.
        Sindroma vena cava superior.
        Tomur.
b)      Eksudat, dapat disebabkan oleh :
        Injeksi ( TB, pneumonia, dsb ).
        Tomur.
        Infark paru.
        Radiasi.
        Penyakit kolagen.

c)      Efusi hemorragic, disebabkan oleh :
        Tomur.
        Trauma.
        Infark paru.
        Tubercullosis.

Berdasarkan lokalisasi cairan yang terbentuk efusi pleura dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi pleura yang unilateral tidak mempunyai corak yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi efusi pleura yang bilateral sering kali ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :
        Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik.
        Asites.
        Infark paru.
        Lupus iretematosis sistemik.
        Tomur.
        Tubercullosis.

3.      Patofisiologi.
Pada orang normal cairan dirongga pleura sebanyak 1 – 20 me, jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Keadaan dapat dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotik pleura viseralis 10 cm H2O.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila :
1)      Tekanan osmotik koloid menurun dalam darah, misalnya pada hipo albuminemia.
2)      Terjadi peningkatan :
        Permeabilitas kapiler ( peradangan neoplasma ).
        Tekanan hidrostatis di pembuluh darah jantung / vena pulmonalis       ( kegagalan jantung kiri ).
        Tekanan negatif intra pleura atelektasis.

4.      Tanda dan Gejala.
Untuk mengetahui penderita efusi pleura dapat diketahui dengan pemeriksaan subjektif yang meliputi tanda dan gejala :
1)      Nafas pendek.
2)      Nyeri dada pleuritik tergantung pada jumlah cairan yang terkumpul.
Pada pemeriksaan objektif meliputi :
1)      Tahipneu.
2)      Hipoksemia bila ventilasi terganggu.
3)      Penurunan bunyi nafas di area yang sakit.

5.      Pemeriksaan Penunjang.
Dapat ditegakkan dengan anamnesis yang baik meliputi :
1)      Pemeriksaan fisik yaitu pernafasan.
2)      Pemeriksaan radiologi.
3)      Pemeriksaan laboratorium atas cairan torako sentesis.
Pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu :
1)      Pemeriksaan sitologi.
2)      Pemeriksaan histologi.
3)      Jika fasilitas memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti :
        Bronkoskopi pada kasus-kasus neoplasma, korpus alineum dalam paru, abses paru.
        Scanning isotop pada kasus emboli paru.
        Terakoskopi pada kasus dengan neoplasma / tuberkullosis.

6.      Penatalaksanaan Medis.
Tujuannya adalah :
1)      Menilai penyakit secara menyeluruh dan memberi penyuluhan kesehatan pada pasien dan keluarga.
2)      Mencegah kambuh kembali.
3)      Menghilangkan gejala.

Jenis obat yang dipakai adalah :
Rifampicin 1x450 mg, Aminophilin, INH 1x400 mg, Etambutol 2x500 mg dan DZA 2x500 mg.
Penunjang :
Paduan obat, dosis, keteraturan obat, efek samping yang rendah dan pemakaian obat.

7.      Diagnosa dan Intervensi Keperawatan.
1)      Ketidak efektifan pola nafas / pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
        Intervensi :
a)      Kaji frekuensi, kedalaman, dan kualitas pernafasan.
b)      Auskultasi dada setiap 2 jam sampai 4 jam.
c)      Perhatikan tirah baring; bantu pasien untuk posisi yang nyaman.
d)     Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam.
e)      Ajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif.
f)       Babat dada ketika batuk.
g)      Kolaborasi; beri obat SOD dan monitor spirometer intensif.
2)      Perubahan kenyamanan ( nyeri dada ) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
        Intervensi :
a)      Kaji status nyeri pasien.
b)      Ajarkan pasien tehnik relaksasi dan distraksi.
c)      Beri pasien posisi yang nyaman.
d)     Dorong pasien untuk mengekspresikan nyeri yang dialami pasien.
3)      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi O2 untuk aktifitas sehari-hari.
        Intervensi :
a)      Kaji respon individu terhadap aktifitas.
b)      Meningkatkan aktifitas secara bertahap.
c)      Ajarkan pasien metode penghematan energi untuk aktifitas.
d)     Instruksikan keluarga agar membantu pasien dalam beraktifitas.
4)      Resiko terhadap perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia sekunder terhadap tekanan pada struktur abdomen.
        Intervensi :
a)      Kaji penyebab anoreksia.
b)      Timbang BB setiap hari dan pantau hasil laboratorium.
c)      Jelaskan pentingnya nutrisi yang kuat.
d)     Pertahankan kebersihan mulut pasien.
e)      Tawarkan pasien untuk makanan porsi kecil tapi sering.

8.      Daftar Pustaka.
Alsagaff, Prood. 1995. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya; Airlangga University Press.
Black, M. Joyce. 1993. Medical-Surgical Nursing, Fifth Edition. Philadelphia; W.B. Samders Company.
Carpenito, Linda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi ke-6 Jakarta; EGC.
Soeparman. 1994. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta; Balai Penerbit UI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar